1. Pengaruh Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Pada dasarnya, di mata Tuhan semua manusia memiliki derajat dan martabat yang sama. Namun manusialah yang membuat standar-standar penghormatan dan penghargaan tertentu sehingga terbentuk lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat. Terbentuknya lapisan-lapisan sosial tersebut membawa konsekuensi pada berkembangnya anggapan tentang adanya lapisan sosial yang dipandang lebih tinggi, lapisan sosial yang dipandang berada dalam posisi menengah, dan lapisan sosial yang dipandang lebih rendah dari lapisan-lapisan sosial lainnya.
Tinggi rendahnya seseorang dalam sebuah sistem pelapisan sosial tergantung pada status sosial yang dimiliki. Status sosial yang disandang oleh seseorang diperoleh berdasarkan penilaian dan pengakuan dari masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam hubungan ini, sosiolog Talcott Parsons menyebutkan adanya lima kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang, yakni:
- kelahiran, seperti: ras, jenis kelamin, kebangsawanan, dan sebagainya,
- kualitas atau mutu pribadi, seperti: kecerdasan, kebijaksanaan, kekuatan, keterampilan, dan sebagainya,
- prestasi, yakni karir seseorang dalam bidang pendidikan, jabatan, usaha, dan lain sebagainya,
- kepemilikan atau kekayaan, yakni pencapaian seseorang dalam mengumpulkan harta kekayaan, dan
- kekuasaan dan wewenang, yakni besar kecilnya kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain.
Seperti yang telah dibahas di kelas dua, bahwa sistem pelapisan sosial ada yang bersifat tertutup dan ada pula yang bersifat terbuka. Sistem pelapisan sosial yang bersifat terbuka akan membuka celah bagi proses perubahan. Perubahan-perubahan lapisan sosial tersebut disebabkan oleh adanya perubahan orientasi sistem nilai dalam kehidupan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, setidaknya terdapat dua indikator utama yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam sistem pelapisan sosial, yakni:
- sistem kolonialisme dan imperialisme yang menginjak-injak kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun kebudayaan, dan
- industrialisasi yang dilaksanakan sebagai suatu upaya dalam menggalakkan pembangunan di tanah air. Dua indikator utama tersebut sedikit banyak telah merubah sistem nilai dan sistem norma dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang pada gilirannya telah memunculkan sistem pelapisan sosial yang baru yang berbeda sama sekali dengan sistem pelapisan sosial yang ada sebelumnya.
Bangsa Indonesia patut bersyukur karena telah dianugrahi berbagai kelebihan, seperti: kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, posisinya yang sangat strategis, yakni berada pada jalur persimpangan dunia, dan lain sebagainya. Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut telah menarik perhatian negara-negara di dunia sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Akibatnya, selama ratusan tahun kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia untuk mengatur negerinya sendiri di injak - injak oleh kaum kolonialis dan kaum imperialis yang serakah. Kaum kolonialis dan kaum imperialis dari Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang pernah merampas kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Dari sekian banyak negara yang pernah menginjakkan kaki dan menjajah bangsa Indonesia tersebut, bangsa Belandalah yang paling lama, yakni sekitar 350 tahun.
Kaum kolonialis dan kaum imperialis telah menguasai seluruh bidang kehidupan bangsa Indonesia, terutama bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bahkan, untuk mempertahankan kekuasaannya, kaum kolonialis dan kaum imperialis telah memciptakan suasana sedemikian rupa sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bodoh, miskin, dan rendah diri. Kaum kolonialis dan kaum imperialis tidak memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan, jaminan kesehatan dan jaminan sosial terhadap bangsa Indonesia sangat rendah. Disamping itu kaum kolonialis dan kaum imperialis juga menerapkan rasdiskriminasi terhadap bangsa Indonesia pada semua aspek kehidupan. Berbagai macam perlakuan yang tidak manusiawi tersebut telah menyadarkan bangsa Indonesia, bahwa kolonialisme dan imperialismep merupakan momok yang harus dilenyapkan dari muka bumi.
Kolonialisme dan imperialisme telah meninggalkan bekas yang sangat dalam bagi kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah ditempatkan sebagai bangsa kuli atau budak yang harus memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kaum kolonialis dan kaum imperialis. Adanya perubahan-perubahan dalam struktur sosial bangsa Indonesia selama masa kolonialisme dan imperialisme dijelaskan oleh sosiolog M.A. Jaspan dalam bukunya yang berjudul Social Stratification and Social Mobility in Indonesia. M.A. Jaspan mengatakan bahwa selama masa kolonialisme dan imperialisme, struktur sosial masyarakat Indonesia yang semula terdiri dari para kuli kenceng, kuli gundul, kuli karang kopek, dan indung tlosor telah mengalami perubahan, sebagai berikut. Para kuli kenceng berkembang menjadi kaum kulak yang kaya raya karena menguasai lahan pertanahan di pedesaan. Dengan kekayaan seperti itu kaum kulak mampu memperkerjakan kuli gundul dan kuli karang kopek untuk mengerjakan tanahnya dengan sistem bagi hasil. Dalam keadaan seperti itu, lambat laun kaum kulak dapat menyaingi para bekel atau lurah yang merupakan penguasa tertinggi di desa. Bahkan, dalam perkembangan berikutnya, kaum kuli kenceng yang telah berkembang menjadi kaum kulak tersebut menjadi golongan priyayi yang mendapat penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi dalam pandangan masyarakat Jawa pada saat itu.
Pola-pola yang dikembangkan oleh kaum kolonialis dan kaum imperialis di Indonesia telah membuat terciptanya struktur masyarakat baru, yang terdiri dari:
1. Lapisan masyarakat kelas 1
Terdiri dari orang-orang Belanda ditambah dengan kaum bangsawan dan kaum kuli kenceng yang telah naik statusnya menjadi kaum priyayi, setingkat dengan kaum bangsawan.
2. Lapisan masyarakat kelas 2
Terdiri dari orang-orang Tionghoa yang meraih sukses dalam menjalankan kegiatan perdagangan di Indonesia.
3. Lapisan masyarakat kelas 3
Terdiri dari orang-orang pribumi (penduduk asli Indonesia).
Lapisan masyarakat kelas 1 dan kelas 2 merupakan minoritas tetapi memiliki fungsi dan peran yang sangat dominan dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Sedangkan lapisan masyarakat kelas 3 merupakan mayoritas, namun berposisi sebagai kelompok yang tertindas yang tidak mampu berbuat banyak terhadap lapisan masyarakat kelas 1 dan kelas 2 yang menginjak-injak harkat dan martabat kemanusiaannya. Dalam sistem pelapisan sosial tersebut, Belanda mengembangkan tradisi hubungan kawulo-gusti. Rakyat jelata harus memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap orang-orang Belanda, para bangsawan dan para priyayi, termasuk terhadap orang-orang Cina. Hubungan kawulo-gusti tersebut sengaja diciptakan dalam rangka pelaksanaan politik pecah belah dan kuasai (devide et impera). Dengan cara seperti itulah sistem kolonialisme dan sistem imperialisme yang diterapkan oleh Belanda
mampu bertahan lama di Indonesia.
2. Pengaruh Industrialisasi terhadap Masyarakat Indonesia
Sejak meletusnya revolusi industri di Inggris pada abad ke-18, beberapa negara di belahan bumi, termasuk Indonesia, dilanda proses industrialisasi. Segera setelah Inggris mengalami perubahan struktur masyarakat secara besar-besaran dari masyarakat pertanian yang sederhana menjadi masyarakat industri yang sangat kompleks, negara-negara di kawasan Eropa, Rusia, Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara lainnya menyusul dalam penggalakan industrialisasi. Proses industrialisasi tersebut dilaksanakan sebagai konsekuenasi
dari program pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan.
Pada dasarnya industrialisasi merupakan suatu proses yang ditandai dengan peristiwa pergeseran tenaga kerja dan proses pergeseran produksi. Pergeseran tenaga kerja terjadi karena sebelum terjadi revolusi industri kegiatan produksi dilaksanakan dengan menggunakan tenaga otot, baik manusia maupun hewan sehingga proses produksi akan memakan waktu yang relatif lama. Sedangkan pergeseran produksi terjadi terjadi dari kegiatan produksi primer seperti mengolah lahan pertanian, menangkap ikan, pertambangan yang menggunakan tenaga manusia, menjadi kegiatan produksi sekunder yang lebih mengutamakan penggunaan tenaga mesin berteknologi tinggi.
Proses industrialisasi yang semula bergerak dalam bidang perekonomian, lambat laun membawa akses yang sangat luas, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Dampak positif dari proses industrialisasi di antaranya adalah tersedianya barang-barang yang berkualitas dalam jumlah yang cukup banyak. Keadaan seperti ini telah mempermudah kehidupan umat manusia. Adapun beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari proses industrialisasi antara lain adalah:
- terbengkalainya lahan pertanian di pedesaan karena para petani lebih memilih kerja di lapangan industri yang dianggap lebih menjanjikan,
- meningkatnya arus urbanisasi sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan tenaga kerja di kota,
- meningkatnya jumlah pengangguran yang disebabkan karena para pemuda tidak lagi tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian, sedangkan sektor perindustrian tidak mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang tersedia,
- meningkatnya tindak kejahatan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pengangguran, dan lain sebagainya.
Proses industrialisasi telah mendorong terjadinya perubahan yang bersifat vertikal dalam kehidupan bermasyarakat. Hiruk-pikuk proses perindustrian telah menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga masyarakat semakin meninggalkan sistem nilai dan sistem norma yang bersifat radisional, digantikan dengan sistem nilai dan sistem norma sebagaimana yang dianut dalam paham liberal kapitalis. Pada era industrialisasi, masyarakat akan memberikan penghargaan dan penghormatan yang tinggi terhadap siapa saja yang memiliki modal dan siapa saja yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, faktor kualitas pribadi yang dimiliki oleh seseorang dipandang lebih bernilai dibandingkan dengan faktor-faktor yang bersifat keturunan. Berbeda dengan tradisi feodalisme, sistem pelapisan sosial yang terdapat pada masyarakat industri bersifat terbuka. Siapapun orangnya yang memiliki modal dan memiliki kualitas pribadi yang handal akan menempati posisi yang sangat tinggi selaras dengan penghargaan dan penghormatan oleh masyarakat yang ada di lingkungannya. Kondisi seperti itu akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siapapun yang berkeinginan untuk melakukan mobilitas sosial dalam rangka memperjuangkan kualitas kehidupannya. Struktur sosial dalam masyarakat industri lebih dominan didasarkan atas kriteria ekonomi. Artinya, ukuran kekayaan menjadi pertimbangan utama dalam menempatkan status seseorang sesuai dengan kelasnya. Semakin banyak kekayaan yang dimiliki seseorang akan semakin meningkatkan status sosialnya. Atas dasar ukuran ekonomi seperti itu, sistem pelapisan sosial dalam masyarakat industri terdiri dari tiga komponen, yaitu:
(1) kelompok masyarakat kelas atas (upper class),
(2) kelompok masyarakat kelas menengah (middle class), dan
(3) kelompok masyarakat kelas bawah (lower class).
Ukuran-ukuran kekayaan tersebut mendorong masyarakat untuk memberikan penilaian terhadap tinggi rendahnya kekayaan yang dapat dihasilkan oleh mata pencaharian tertentu. Akibatnya, masyarakat memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap siapa saja yang berhasil mencapai pekerjaan yang dianggap banyak mendatangkan kekayaan. Sebaliknya, masyarakat memandang remeh terhadap pekerjaan yang tidak banyak menghasilkan rejeki. Atas dasar ukuran-ukuran prestise tersebut, terbentuklah pelapisan sosial berdasarkan mata pencaharian, sebagai berikut:
- Kaum Elite, yakni kelompok orang kaya, seperti usahawan dan kelompok lainnya yang menempati kedudukan yang sangat tinggi.
- Kaum Profesional, yakni kelompok orang yang memiliki kemampuan tertentu berdasarkan disiplin akademis yang diperoleh melalui jalur pendidikan tinggi.
- Kaum Semi-profesional, yakni para pekerja di kantor-kantor, perdagangan, perusahaan tetapi kurang didukung oleh latar belakang akademis yang memadai dari pendidikan tinggi.
- Tenaga Terampil, yakni kelompok orang yang memiliki keterampilan dalam bidang teknik dan mekanik seperti sopir, pekerja pabrik, pemangkas rambut, dan lain sebagainya.
- Tenaga Tidak Terlatih, yakni kelompok orang yang tidak memiliki kemampuan tertentu sehingga memilih bekerja sebagai tukang kebun, pemulung, pembantu rumah tangga, dan lain sebagainya.
Demikianlah pembahasan mengenai "Pengaruh Perkembangan Masyarakat Dunia Pembentukan Pelapisan Sosial Masyarakat Indonesia", yamg pada kesempatan yang baik ini dapat dibahas. Semoga pembahasan tersebut, bermanfaat bagi para pengunjung dan pembaca. Cukup sekian, kurang/lebihnya mohon maaf dan sampai jumpa!!!
*Rajinlah belajar, demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!!!